![]() |
Sakeos Kofi(baju merah) di dampingi penasehat hukum dari LBH Surya NTT Kota Kupang |
KUPANG - Kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh warga Desa Poto, Kecamatan Fatuleu Barat, Kabupaten Kupang, masih belum menemui kepastian hukum meski sudah dilaporkan sejak Oktober 2024. Hingga kini, laporan tersebut belum menunjukkan perkembangan berarti.
Sakeos Kofi selaku Pelapor mengungkapkan rasa kecewanya terhadap lambannya penanganan laporan di Polres Kupang. Kasus ini bermula dari dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Empat Puluh Delapan (48) warga Desa Poto, Kecamatan Fatuleu Barat, Kabupaten Kupang.
Sakeos Kofi merasa difitna oleh Ke-48 warga Tersebut yang menandatangani surat penolakan proses ijin tambang galian C di Desa Poto yang dikirim kepada Dinas Pertambangan ESDM Provinsi Nusa Tenggara Timur, 5 September 2024.
"Dari bulan Oktober tahun 2024 kita melapor, tapi sampai sekarang belum jelas juga seperti apa statusnya," ujar Sakeos Kofi kepada media, Selasa (4/02/2025).
Sakeos Kofi menyebutkan, pihaknya telah beberapa kali mendatangi Polres Kupang untuk menanyakan perkembangan kasus, namun hingga saat ini belum ada kejelasan.
Sakeos Kofi berharap, penyidik berkerja profesional dalam menangani laporan masyarakat dan segera menindaklanjutinya sesuai prosedur pihak Kepolisian.
"Saya sangat mengharapkan penyidik Reskrim Polres Kupang ini profesional dan segera melaksanakan tahapan-tahapan penyidikan agar laporan saya ini segera tuntas." imbuhnya
Karena sampai saat ini, Sakeos Kofi belum menerima kabar adanya tindaklanjut terhadap terlapor.
"Setau saya belum, saya belum menerima informasi adanya tindak lanjut dari penyidik, karena setiap kali saya ke Polres Kupang penyidiknya selalu tidak ada" ujar Sakeos Kofi
Lebih lanjut, Sakeos Kofi mengungkapkan jika dalam waktu dekat ini ia belum menerima informasi apapun terkait proses penyelidikan dan penyidikan, akan meminta Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke Satreskrim Polres Kupang. Menurut dia, sesuai Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 39 ayat 1, berbunyi dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala paling sedikit 1 kali setiap 1 bulan.
"Jadi ini kan udah lewat, kalau penyidik belum ngasih SP2HP maka nanti saya akan minta ke penyidik Satreskrim Polres Kupang, jujur saja saya kecewa karena penanganannya terkesan lamban." tandas Sakeos Kofi
Sementara, Jefrianus Pati Bean S.H dari Lembaga Bantuan Hukum Surya NTT (LBH Surya Kota Kupang) Saat diminta tanggapannya melalui sambungan telepon mengatakan, kalau proses penyidikan dianggap lamban maka profesionalisme penyidik harus dipertanyakan.
"Kalau lamban tentu kinerja penyidik Polres Kupang harus dipertanyakan, karena setelah laporan masyarakat masuk atau diterima, si pelapor berhak mendapatkan laporan perkembangan kasusnya yaitu melalui SP2HP, baik diminta atau tidak." kata Jefri (sapaannya)